Infokua.com – Urutan Wali Nikah adalah siapa-siapa saja yang berhak menjadi wali nikah menurut Islam. Dan para ulama telah sepakat untuk menetapkan siapa-siapa saja yang berhak menjadi wali nikah seorang wanita.
Para ulama mengurutkan wali sesuai daftar prioritas, maksudnya mulailah untuk memnita wali dari urutan teratas dan baru mencoba wali di bawahnya.
Sebab, mengetahui tentang uruta wali nikah ini penting, jadi bukan sekedar penjelasan atau pengertiannya saja, urutan ini juga berkaitan tentang skema wali nikah dan silsilah wali nikah atau wali nikah hakim.
Terlebih perempuan, berkaitan tentang wali nikah perempuan selain bapak? Apalagi seorang perempuan muslim. Dalam hal ini tentunya yang berhak menjadi wali nikah menurut Islam.
Bahkan, yang berhak menjadi wali nikah janda saja diatur. Untuk itu, jika ini termasuk dalam urutan Anda sebagai wali nikah, maka pahamilah apa saja yang menjadi tugas wali nikah tersebut.
Skema, Silsilah & Urutan Wali Nikah Menurut Para Ulama
Siapakah yang bisa menjadi wali nikah? Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa ulama sudah ada ketetapa wali sesuai daftar prioritas dengan susunan urutannya.
Jadi, ketika ingin menikahkan anak perempuan dan mencari walinya, atau wali berhalangan hadir, karena sesuatu hal atau atas dasar suatu hal, maka kita bisa menetapkan urutan-urutan selanjutnya.
Berikut urutan wali nikah yang sudah ditetapakan oleh para ulama:
- Ayah kandung.
- Kakek dari ayah.
- Saudara (kakak/adik) laki-laki se-ayah dan se-ibu.
- Saudara (kakak/adik) laki-laki se-ayah.
- Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu (keponakan).
- Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja (keponakan).
- Saudara laki-laki dari ayah (paman).
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu atau anak dari laki-laki dari paman).
Penjelasan Wali Nikah & Urutannya Dalam Hadits & Qur’an
Wali merupakan salah satu rukun akad nikah, berdasarkan nash-nash berikut:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ
“Nikahkan olehmu (wali) wanita-wanita yang tidak bersuami dan hamba-hamba laki-laki dan perempuan yang shaleh dari kalanganmu…”(an-Nur (24): 32)
Dan firman Allah:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ
Dan janganlah kamu (wali) nikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan beriman) sehingga ia beriman…(al-Baqarah (2): 221)
Dan hadits:
عَنْ أبي موسى عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ( رواه أحمد: 18687, وأبو داود, الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه)
“Dari Abu Musa dari bapaknya, berkata: bersabda Rsulullah saw:”Tidak sah nikah kecuali dengan wali”. (HR. Ahmad, Abu Daud, at-Tirmizi, Ibnu Hibban dan al-Hakim serta dinyatakannya sebagai hadis shahih).
Kesimpulan Hadits dan Ayat Di Atas Terkait Urutan Wali Nikah
Berdasarkan ayat dan hadis diatas dapat ditetapkan bahwa wali merupakan rukun akad nikah. Dan dinyatakan pula bahwa wali itu hendaklah seorang laki-laki, berdasarkan hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلَا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا(رواه ابن ماجه :1872, و الدرقطني)
“Dari Abu Hurairah, ia berkata, bersabda Rasulullah saw:”Perempuan tidak boleh menikahkan (menjadi wali) terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya”. (HR. ad-Daraqutni dan Ibnu Majah)
Dalam pada itu tidak ditemukan nash yang menerangkan siapa saja yang boeleh menjadi wali dan bagaimana urutannya; karena itu para ulama mengqiyaskannya kepada urutan wanita yang menjadi mahram berdasarkan nasab (QS. an-Nisa’ ayat 23), tetapi dipandang dari pihak laki-laki.
Dengan demikian urutan wali itu sebagai berikut:
- Bapak, kakek dan seterusnya ke atas (seperti gambar di atas)
- Saudara laki-laki sekandung, atau seayah.
- Saudara bapak laki-laki sekandung atau seayah
- Anak dari saudara bapak laki-laki sekandung atay seayah
Jika nomor 1 – no 4 tidak ada, maka yang menjadi wali adalah wali hakim, yaitu wali yang diangkat oleh pemerintah, berdasarkan hadis:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ( أخرجه الأربعة إلا النسائ وصححه أبو عوانة وابن حبان والحاكم)
Dari ‘Aisyah ra ia berkata, bersabda Rasulullah saw: ”Wanita manapun yang melakukan akad nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal.”
Jika dalam pernikahannya (yang batal itu) terjadi dukhul, maka wanita itu berhak mendapat mahar karena penghalalan farajnya.
Jika terjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan maka pemerintah (wali hakim) menjadi wali wanita yang tiadak mempunyai wali.”
(Ditakhrijkan oleh imam hadis yang empat kecuali an-Nasa’I dan dinyatakn shahih oleh Abu Awanah, Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Jadi yang menjadi penegasan adalah, ketika tersedia wali yang ada di atas, maka cobalah untuk bisa meminta terlebih dahulu antara salah satunya untuk dapat menikahkan.
Selain urutan wali nikah, baik skema dan silsilah siapa yang berhak menikahkan, kita juga patut memahami tentang prosedur nikah menggunakan wali hakim.
Prosedur Nikah Menggunakan Wali Hakim
Ketentuan menggunakan wali hakim sebagai wali nikah ini juga ada prosedurnya. Sebab memang, pernikahan sudah diatur dalam hukum dan tata caranya.
Sehingga, memerlukan syarat nikah dan rukun nikah agar sah menurut kaca mata hukum dan bernegara. Salah satunya yang dibahas adalah keberadaan wali nikah.
Karena ada banyak pertanyaan, jika seorang wali berhalangan hadir untuk menikahkan anaknya yang seorang perempuan siapa yang nashab lainnya yang diperbolehkan.
Dalam hal ini berhalangan hadir untuk menikahkan dengan beberapa penyebab. di antaranya adalah :
- Tidak bisa menikahkan karena keadaan fisik yang tidak memungkinkan:
- Masih dibawah umur (Shaghir)
- Sakit atau gila
- Atau enggan (Adhal) untuk menjalankan tugas sebagai wali.
Namun dalam Undang-Undang Perkawinan tidak dijelaskan akan hal ini. Pada Pasal 6 6 ayat (2) UU ini hanya mengisyaratkan ketentuan izin wali tidak lebih hanya diperlukan bagi perkawinan oleh wanita yang belum mencapai usia dua puluh satu (21) tahun.
Akan tetapi pada undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang menjadi barometer pelaksanaan perkawinan di Indonesia, khususnya umat Islam di Indonesia.
Yakni, di antaranya melalui pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa hukum Islam sebagai rujukan sah atau tidaknya suatu pernikahan.
Mulai yang membolehkan perempuan menjadi wali nikah, peralihan hak perwalian di sebabkan tidak hadirnya wali disaat pernikahan dilaksanakan baik karena ghaib atau adhol, sampai kepada boleh atau tidak pernikahan dilangsungkan tanpa adanya wali nikah.
Syarat Wali Nikah
Bahkan untuk menjadi wali nikah pun ada syarat syaratnya, selain urutan wali nikah yang telah dijelaskan di atas. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
- Beragama islam
- Sudah aqil baligh
- Berakal (orang yang tidak waras tidak sah menjadi wali)
- Lelaki
- Adil
- Bebas bukan budak dan tidak sedang di penjara
Lalu bagaimana jika wali nikah yang dimaksud di atas di wali hakimkan. Harus seperti apa. Berikut lengkap penjelasannya:
Syarat wali hakim sebagai wali nikah
Wali hakim atau dengan nama lain disebut Ahlu-halli wal aqdi adalah orang yang diangkat oleh pemerintah sebagai wali nikah seorang perempuan dengan keadaan atau kondisi tertentu.
Tidak semua perempuan yang ingin menikah dapet menggunakan wali hakim untuk menggantikan wali nikahnya. Ada beberapa keadaan yang telah diatur sebagai keadaan yang dianggap sah menggunakan wali hakim.
Nah kali ini kita akan membahas syarat wali hakim sebagai wali nikah:
1. Tidak memiliki wali nasab sama sekali
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah riwayat sebagaimana disebutkan: Sultanlah menjadi wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali (Riwayat Al-Khamsal).
Ada kemungkinan bahwa sang wanita tidak mengetahui siapa wali nisabnya karena satu dan dua hal, maka dengan demikian sang wanita berhak untuk menggunakan wali hakim.
Tapi lebih baik jika berusaha lebih dahulu untuk mencari tahu siapa wali nikah yang sah.
2. Wali mafqub atau tidak diketahui rimbanya
Sama halnya dengan poin pertama, namun dalam kondisi ini wanita tahu siapa wali nikahnya namun wanita tidak tahu dengan pasti keberadaan sang wali nikah yang sah.
Maka dengan keadaan seperti ini wanita dapat menggunakan wali hakim sebagai wali nikah.
3. Wali adalah orang yang akan menjadi pengantin, sedangkan wali yang sederajat dengan dia tidak ada
Keadaanya adalah misal menikah dengan paman atau sepupu kemudian tidak memiliki wali yang masih sederajat sehingga dengan terpaksa harus menggunakan wali hakim.
Namun biasanya kondisi seperti ini jarang terjadi khusunya di Indonesia.
4. Wali ada, namun beraa di tempat yang sangat jauh
Misalnya wali ada di luar negeri, atau berada di daerah yang tidak memungkinkan untuk hadir sebagai wali nikah. Maka wanita berhak meminta izin untuk menggunakan wali hakim atas sepertujuan wali nikah yang sah.
5. Wali sedang berada dalam penjara atau rumah tahanan yang tidak bisa dijumpai
Ini adalah kondisi yang sangat menyedihkan sesungguhnya karena wali tidak bisa hadir karena keterbatasan yang sangat tidak bisa dipaksakan.
Bahkan tidak bisa menikah di rumah tahanan atau penjara seklaipun. Maka dengan jelas wanita bisa mengganti wali nikah dengan wali hakim.
6. Wali tidak bersedia atau enggan (wali adhol)
Sebenarnya sesuai dengan ketentuan islm, wali tidak berhak untuk melarang atau menghambat wanita untuk menikah jika sudah bertemu dengan jodohnya. Apalagi dengan menyakiti perasaan dengan kata-kata yang mungkin bisa menyakiti hati.
Memang, dalam menikahkan wali yang berada dibawahnya wali nikah berhak untuk menilai calon pengantin pria sesuai dengan ketentuan islam, tapi tetap saja bukan dengan tujuuan untuk menghalangi jalannya pernikahan.
Hal ini juga disampaikan oleh Allah SWT di firmannya dalam surat Al-Baqarah ayat 232.
Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa idahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kahwin dengan bakal suaminya.” (Al-Baqarah:
7. Wali sedang ibadah haji atau umrah
Jika wali aqrab sedang menunaikan ibadah haji atau sedang umrah maka hak walinya tercabut dan hak wali tersebut juga tidak berpindah kepada wali aqrab tetapi hak wali itu pindah kepada wali hakim.
Hal ini ditercantum dalam kitab Minhaj Taibin pada bab nikah.
Nah begitu pula jika wali aqrab sekiranya membuat wakalah wali sebelumnya untuk haji atau umrah atau sewaktu ihram maka wakalh wali itu tidak sah.
Rasullulah SAW bersabda: “Orang yang ihram haji atau umrah tidak boleh mengahwinkan orang dan juga tidak boleh berkahwin.” (Riwayat Muslim).
8. Wali yang tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah
Jika dilihat syaratnya seperti di atas, dan urutan wali nikah juga sudah djelaskan di atas. Nah jika tidak memenuhi syarat wali yang ada di atas, maka wali tersebut wajib untuk menyerahkan haknya untuk menikahkan kepada wali hakim.
Wali Hakim Nikah Janda
Untuk bahasan ini, di antara semua mahzab yang ada hanya mahzab hanafi saja yang memperbolehkan janda menikahkan diri dengan laki-laki yang kelak akan menjadi suaminya.
Selain mahzab hanafi, nyaris semua ulama sepakat bahwa menikah tanpa wali nikah adalah tidak sah. Hal ini sesuai dengan dalil berikut ini:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ أَيُّمَا اِمْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا, فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ أَبُو عَوَانَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batil.” (HR Arbaah kecuali An-Nasa’i- Abu Uwanah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkannya).
Wali Hakim Anak Luar Nikah (Hasil Zina) Menurut Hukum Islam
Tak sampai disini saja. Berkaitan wali hakim anak luar nikah juga dibahas. Hal ini juga selain untuk menjawab berbagai macam pertanyaan, misalnya saja seperti, anak diluar nikah binti siapa?
Tetapi juga tentang yang diperbolehkan menikahkan anak hasil hubungan luar nikah ketika kelak dewasa dan akan menikah.
Apakah diperbolehkan dengan bapak biologis yang telah menghamili ibunya dalam hubungan tanpa pernikahan.
Meski setelah mengetahui hasil hubungannya ibunya tersebut hamil dan melahirkan anak tersebutl lalu menikahinya secara sah.
Hal ini benar-benar butuh pengkajian yang benar dan tepat. Sebab, ada banyak hal yang memang harus kita pahami dan kita ketahui akan hal ini.
Siapa Wali Hakim Anak Perempuan Hasil Hamil Diluar Nikah
Namun, menelisik penjelasan di atas, siapa yang menjadi wali nikah, berikut juga siapa saja yang berhak menjadi wali nikah dari perempuan yang lahir diluar nikah.
Meskipun, sang ibu telah akad nikah dan sah saat si bayi perempuan berada di dalam kandungan dengan seorang lelaki yang membuatnya hamil di luar nikah itu.
Seperti yang dijelaskan secara sederhana di bagian sub bab ini. Hakikatnya, seorang anak perempuan yang lahir karena hubungan diluar nikah, nasabnya dihubungkan kepada ibunya.
Hal ini berdasarkan hadits Muttafaq Alaihi: عن أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda: ”Anak itu bagi suami (yang telah telah melakukan akad nikah yang sah dengan istrinya), bagi pezina itu hukumannya rajam.”
Dan hadits:
عَنْ عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَلَدِ الْمُتَلَاعِنَيْنِ أَنَّهُ يَرِثُ أُمَّهُ وَتَرِثُهُ أُمُّهُ وَمَنْ قَفَاهَا بِهِ جُلِدَ ثَمَانِينَ وَمَنْ دَعَاهُ وَلَدَ زِنًا جُلِدَ ثَمَانِينَ *(رواه أحمد: 6732)
Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata, “Rasulullah saw telah menetapkan pada anak dari suami isteri yang telah melakukan li’an mewarisi ibunya dan ibunya mewarisinya dan siapa yang menuduh isterinya berzina (tanpa bukti) dijilid 80 kali.” (HR. Ahmad).
Didasarkan pada dua hadits di atas, maka ditetapkan, anak lahir akibat hubungan luar nikah yang sah, maka nasabnya dihubungkan kepada ibunya.
Maka, demikian, anak perempuan itu tidak memiliki wali nasab. Maka, untuk perempuan yang tidak memiliki wali nasab yang menikahkannya wali hakim.
Hal ini berdasarkan hadits yang telah ditulis di atas yang sebagian lafaznya berbunyi:
…فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ …
“Jika terjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan maka pemerintah (wali hakim) menjadi wali bagi perempuan yangtidak mempunyai wali.”
Hukum di Indonesia Terkait Wali Nikah
Hukum di atas juga, telah sesuai dengan hukum yang telah berlaku di Indonesia. Yakni, di dalam Bab ke-3, Pasal 19, Kompilasi Hukum Islam Indonesia.
Di sana dinyatakan, wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.
- Lalu, pada pasal 20 ayat 2, diterangkan bahwa ada dua macam wali, yaitu wali nasab dan wali hakim.
- Selanjutnya, Pasal 23 ayat 1 menyatakan bahwa wali hakim bertindak sebagai wali nikah bila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau enggan.
Begitu juga tentang Nikah di KUA: Syarat, Cara Daftar & Biaya. Jadi apa saja yang diperlukan dan dibutuhkan. Hal ini tentunya untuk memudahkan kelak dalam pelaksanaan pernikahan.
Sekian yang bisa disampaikan. Semoga informasi dan artikel ini dapat bermanfaat. Terimakasih. Salam.
3 thoughts on “Urutan Wali Nikah, Ini Skema dan Silsilah yang Berhak”