Hukum Nikah: Pengertian Dasar & Macam Macam Pembagian

Infokua.com – Hukum Nikah berikut yang bisa kita pelajari adalah dari pengertian, dasar hukum, macam macam hukum dan jenis pembagiannya.

Karena hukum nikah tergolong dalam kategori, wajib, sunah, haram, makruh dan mubah. Hukum ini juga yang akan mengatur tentang pernikahan, seperti nikah mut’ah, nikah syighar, nikah tahlil dan nikah beda agama.

Termasuk di dalamnya adalah seperti banyak pertanyaan lainnya, yakni hukum nikah siri. Apa saja yang menjadi dasar hukum nikah, apa saja macam macam hukum nikah tersebut.

Beberapa hal di atas menjadi penting untuk kita pahami. Terlebih prinsip menikah adalah memelihara keberlangsungan hidup dengan memperoleh keturunan.

Menikah sendiri dimaksudkan sebagai sunnah yang ditekankan, ia juga adalah sunnah dari para Rasul. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri – istri dan keturunan.” QS. Ar-Ra’du [13]: (38).

Dari ayat ayat yang sudah disebutkan di atas sudah jelas bahwa adanya hadist dan surah yang menganjurkan pernikahan. Para ulama juga sependapat, bahwa hukum menikah adalah sunnah.

Dan bagaimana manfaat dari beragamnya hukum nikah? Lalu, apa saja pembagiannya. Dan berikut ini yang bisa kita sama sama untuk pahami:

Pengertian Hukum Nikah

dalil khitbah
Hukum Nikah

Nikah disebut juga dengan istilah “zawaj” Dalam istilah fiqih, nikah merupakan hasil akad yang dapat menjadikannya halal untuk bermesraan antara suami dan istri dengan cara pernikahan yang sah sesuai ketentuan Allah SWT.

Secara syariat nikah adalah lafal akad yang mengandung beberapa rukun dan syarat nikah. Menurut syariat lainnya, nikah dijelaskan sebagai suatu akad yang diperbolehkan berhubungan secara sah suami istri dengan lafal nikah, tazwij.

Jadi, nikah merupakan sebutan dari akad yang terkandung rukun rukun nikah dan syarat syaratanya yang telah ditentukan untuk lelaki dan perempuan berkumpul sebagai suami istri yang sah atas dasar agama.

Berkumpul ini adalah makna nikah secara kebahasaan. Dalam istilah syariat, pengertian nikah menurut penjelasan Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Fathul Wahab, artinya:

“Kitab Nikah. Nikah secara bahasa bermakna berkumpul atau (disebut dengan istilah lain ‘bersssetubuh’), dan secara syara’ bermakna akad yang menyimpan makna dibolehkannya bersetubuhhh dengan menggunakan lafadz nikah atau sejenisnya,”

Silakan lebih lanjut dapat dilihat penjelasan Syekh Zakaria Al-Anshari, Fathul Wahab, Beirut, Darul Fikr, 1994, juz II, halaman 38.

Dari suduh pangan hukum nikah, dijelaskan Sa‘id Mushtafa Al-Khin dan Musthafa al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imamis Syâfi’i, bahwasannya:

“Hukum nikah secara syara’. Nikah memiliki hukum yang berbeda-beda, tidak hanya satu. Hal ini mengikuti kondisi seseorang (secara kasuistik),”

Selengkapya ini dapat dilihat dari penjelasannya Sa‘id Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imamis Syâfi’i, Surabaya, Al-Fithrah, 2000, juz IV, halaman 17.

Sehingga hukum nikah sebenarnya dapat dipahami berbeda. Hal ini tentunya sesuai akan kondisi seseorang dengan sifat yang khusus.

Maka dalam hal ini hukum pernikahan tidak dapat digeneralisasi. Adapun hukum hukum pernikahan dirinci sebagai berikut seperti yang dirinci dan dijelaskan Sa‘id Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha dalam kitabnya di atas.

Adapun hukum nikah adalah sebagai berikut:

Hukumnya Sunah

Hukum nikah adalah sunnah karena nikah dianjurkan Rasulullah. Hukum asal nikah sunah bagi seseorang yang sudah mampu melaksanakan pernikahan sebagaimana hadits Nabi riwayat Al-Bukhari nomor 4779 berikut ini:

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاءٌ

Artinya:

“Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin.

Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.”

Sunah yang ditinggalkan

Sementara, ada pula beberapa pertanyaan, terkait ingin menikah, tetapi tidak memiliki kelebihan harta untuk biaya nikah serta biaya memberikan nafkah pada istrinya.

Lalu apa yang harus dilakukan dalam kondisi seperti itu? Ada beberapa hal yang mungkin bisa kita cermati. Seperti firman Allah SWT, Surat An-Nur ayat 33:

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمْ اللَّهُ مِن فَضْلِه ِ

Artinya: “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.”

Maka, dalam hal ini, sebaiknya, orang tersebut melakukan beberapa kesibukan untuk dirinya. Kesibukan yang bisa dilakukan adalah mencari nafkah, beribadah, serta berpuasa.

Baca:  Hukum Suami Meninggalkan Istri, Ini Penjelasan Lengkapnya

Selanjutnya dalam menyibukan diri juga bisa berharap kepada Allah. Semoga Allah segera mencukupinya, sehingga ia memiliki kemampuan untuk memberikan nafkah pada istrinya.

Namun, jika dalam kondisi ketidak mampuan memberikan nafkah pada istri, namun ia tetap memaksakan diri untuk menikah, maka orang tersebut melakukan tindakan yang dianggap dihukumi khilaful aula.

Atau dalam bahasa lainnya adalah, kondisi hukum ketika seseorang meninggalkan apa yang lebih baik untuk dirinya sendiri.

Hukum Nikah Makruh Ketika?

Beberapa penjelasan menyatakan nikah ada makruh, ketika hal ini terjadi pada seseorang yang tidak ingin menikah. Misalnya saja karena wataknya, penyakitnya, atau ketidakmampuyan menafkahi istri dan keluarganya.

Maka, ketika dipaksakan untuk menikah, yang dikhawatirkan adalah tidak mampu menunaikan apa yang telah menjadi hak dan kewajiban dalam pernikahan yang telah berlangsung.

Maka ada pula yang menyatakan hal demikian adalah lebih utamanya jika tidak menikah.

Namun, dalam hal ini adalah berlaku bagi yang sebenarnya dianggap memiliki kemampuan menikah untuk menafkahi istri dan keluarganya.

Tetapi, orang tersebut tidak sedang dalam kondisi membutuhkan nikah dengan alasan sibuk menuntut ilmu atau sebagainya.

Kendati demikian, wajib atau lebih utama menikah, ketika seseorang telah dianggap mampu menafkahi istri dan keluarga, dan tidak dalam kondisi menuntut ilmu atau beribadah.

Maka hal ini sebaiknya lebih utama jika menikah, dan melaksanakannya pernikahan sesuai syariat agamanya.

Hukum Nikah Wajib, Ketika…

Nah di atas sudah dijelaskan dalil kenapa menikah sunnah dan para ulama berpendapat bahwa hukum menikah adalah sunnah. Namun ternyata hukum menikah ini bisa menjadi wajib.

Hukum nikah wajib ini berlaku bagi orang orang yang takut terjerumus ke dalam perzinahan sementara ia mempunyai kemampuan untuk menikah.

Ada beberapa pendapat dalam hal ini, jika seseorang tidak khawatir terjerumus ke dalam perzinahan, maka ia boleh meninggalkan nikah.

Namun jika tidak kuasa, khawatir, dan bahkan tidak mampu menjamin dirinya terbebas dari perzinahan, maka ia wajib hukumnya untuk menikah.

Namun memang meski diperkuat hukum menikah adalah sunnah, alangkah baiknya seorang lelaki dan perempuan menikah, karena di dalamnya terdapat manfaat yang sangat besar.

Terutama bagi mereka yang membangun rumah tangga dalam Islam sesuai dengan perintah Allah SWT dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan mencontoh petunjuk petunjuk para Rasul.

Pembagian Dasar Hukum Nikah Dalam Islam

Taaruf Dalam Islam
Hukum Nikah

Selanjutnya yang bisa kita pahami adalah tentang dasar-dasar hukum pernikahan dalam Islam. Bagaimana Islam memandang pernikahan. Dan apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak.

Karena dalam Islam, nikah adalah ibadah. Nikah juga adalah sunnah Allah dan Rasul-Nya. Maka, sebagai Sunnah Allah, pernikahan adalah sebuah qudrat dan irodat Allah.

Seperti firman Allah yang tercantum dalam surat yasin ayat 36 yang artinya :

“Maha Suci Allah yang telah menciptakan makhluknya berpasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang dikeluarkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”

Adapun pembagian hukum nikah dalam Islam yang bisa dijelaskan adalah sebagai berikut:

  1. Hukumnya Wajib, ini bagi seseorang yang memiliki kemampuan dan kemauan membangun rumah tangga sakinah. Jika tidak dilakukan, yang dikhawatirkan adalah terjerembab pada perbuatan zina.
  2. Hukumnya Sunnah, berdasarkan pendapat jumhur ulama’: pernikahan adalah untuk orang yang telah memiliki keinginan menikah dan kemampuan membangun rumah tangga. Hanya saja, ketika tidak dilaksanakan tidak dikhawatirkan akan berbuat zina.
  3. Hukumnya Haram ketika seseorang tidak memiliki keinginan dan kemampuan untuk membangun rumah tangga serta melaksanakan kewajibannya dalam berumah tangga. Sehingga, jika menikah, orang itu akan telantarkan istrinya dan menyakiti istrinya dalam bahasa lain merugikan istrinya.
  4. Hukumnya Makruh ketika seorang pria yang memiliki kemauan dan kemampuan menikah untuk menahan diri dari perbuatan zina, sehingga yakin tidak mungkin tergelincir berbuat zina jika tidak menikah. Tetapi, orang tersebut, tidak memiliki keinginan untuk memenuhi kewajibannya sebagai suami istri yang baik.
  5. Hukumnya Mubah bagi seseorang yang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk melakukan pernikahan. Tetapi tidak melakukan karena tidak dikhawatirkan akan berbuat zina tetapi ketika melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri.
Baca:  Syarat Nikah Dalam Islam dan KUA, Ini Rukun Sahnya

Hikmah Pernikahan dan Tujuannya

Selain tentang hukum nikah beberapa hal lain yang bisa kita pahami adalah tentang hikmah pernikahan. Serta tujuan pernikahan. Tujuan ini dalam hal lain juga bisa menjadi motivasi menikah.

Pada intinya, tujuan pernikahan dalam Islam yakni, menjalankan sunnah rasul SAW. Selain itu, juga memenuhi tuntutan tuntutan hajat manusia. Yakni, berhubungan antara sang suami dengan istrinya.

Hal ini tentunya dalam rangka mewujudkan tujuan rumah tangga yakni, sakinah, mawadah, warohmah. Serta mendapatkan keturunan yang baik sesuai ketentuan dan aturan syariat Agama Islam.

Maka untuk menggapai hikmah pernikahan dari tujuan tujuan kenapa menikah, syarat dan rukun nikah ketika akan melakukan pernikahan harus terpenuhi.

Sebab, pernikahan yang sah di mata agama adalah pernikahan yang terpenuhinya rukun sah nikahnya sesuai ketentuan syariat agama. Dalam hal ini seorang muslim adalah mengikuti rukun nikah dalam Islam.

Begitu juga syarat nikah yang harus terpenuhi. Selain syarat nikah dalam Islam, juga syarat nikah di KUA. Sebab, sebagai lembaga resmi pencatatan pernikahan di Indonesia.

Adapun rukun nikah dan syarat nikah dalam Islam berikut yang bisa dijelaskan:

Rukun Nikah Dalam Islam

Adapun rukun sah nikah yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:

  • Calon Pengantin lelaki
  • Calon Pengantin perempuan
  • Wali
  • Dua orang saksi lelaki
  • Ijab dan kabul

Syarat Nikah Dalam Islam

Untuk syarat nikah dalam Islam adalah sebagai berikut, di antaranya:

  • Islam
  • Jelas laki laki dan jelas perempuannya (tidak jadi-jadian / transgender).
  • Pengantin bukalan mahram baik pengantin pria maupun pengantin perempuan.
  • Adanya wali dalam akad nikah (jelas urutan wali nikah dalam keluarga).
  • Tidak sedang ihram haji atau umrah
  • Tidak dalam tekanan ataupun paksaan.
  • Syarat menikah bagi laki laki tidak sedang memiliki 4 orang istri sah ketika akan kembali menikah.
  • Pria dan wanita yang dinikahi atau akan menikahi jelas dikehendaki dan sah untuk dijadikan istri atau suami. Seorang istri tidak sedang memiliki suami atau sedang dalam masa iddah.

Pernikahan – Pernikahan Yang Dilarang Dalam Islam

53bc0ef0d5d481494461159a1d92935e
Ilustrasi Hukum Pernikahan

Selanjutnya ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dan kita kethaui, terkait pernikahan pernikahan yang dilarang dalam Islam. Jika dilakukan hukumnya haram. Di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Nikah Mut’ah : Nikah ini pernah diperbolehkan Nabi Muhammad SAW. Tetapi, dalam perkembangannya Nabi Muhammad SAW melarangnya untuk selama-lamanya.
  2. Nikah Syighar : Pernikahan yang terjadi pada perempuan yang dinikahkan walinya kepada lelaki lain tanpa mahar, namun dengan perjanjian lelaki tersebut akan menikahkan wali perempuan tersebut dengan wanita yang berada di bawah perwaliannya. Rasulullah tegas melarang pernikahan tersebut.
  3. Nikah Tahlil : Nikahnya seorang suami yang menthalaq istrinya yang sudah ia jima’, agar bisa dinikahi lagi oleh suami pertamanya yang pernah menjatuhkan thalaq tiga (thalaq bain) kepadanya. Nikah tahlil disebut juga  kerjasama negatif antara muhallil (suami pertama) dan muhallal (suami kedua).
  4. Menikah Beda Agama : Seperti yang sudah dijelaskan pada artikel sebelumnya, sesuai firman Allah dalam QS. AL-Baqarah : 221.

Perempuan yang tidak boleh dinikahi

Berbicara tentang hukum pernikahan ini, ada beberapa hal yang juga perlu dipahami, di antaranya adalah tentang perempuan perempuan yang tidak boleh dinikahi.

Perempuan yang tidak boleh dinikahi oleh laki laki adalah mereka yang telah disebutkan oleh Allah SWT yang telah disebutkan dalam QS. An-Nisa’ [14]: (22-24).

Kutipan artinya demikian…

“Dan janganlah kamu menikahi wanita wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya, perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan……..”

dan tentunya masih panjang pengertiannya, silakan dibuka QS. An-Nisa’ [14]: (22-24).

Maka ketahuilah, bahwa perempuan yang tidak boleh dinikahi lelaki itu ada dua jenis, di antaranya, pertama adalah yang haram dinikahi selamanya. Jadi tidak boleh dinikahi kapan saja.

Kedua, dia yang haram untuk dinikahi pada masa atau alasan tertentu, dan apabila alasan tersebut tidak ada, maka dia boleh untuk dinikahi.

Adapun dua penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Yang haram dinikahi karena keturunannya

Jadi yang perlu kita ketahui dan pahami adalah, bahwasannya, ada yang haram dinikahi karena keturunannya? Apa saja, berikut penjelasannya:

  • ibu, nenek, dan seterusnya sampai ke atas, termasuk dalam hal ini adalah ibu kandung dan ibu mertua.
  • Anak anak perempuan. Dalam hal ini semua yang dilahirkan olehnya dan menjadi keturunannya seperti anak, cucu, dan seterusnya sampai ke bawah.
  • Kakak perempuan.
  • Bibi. yang saudara perempuan bapak, termasuk yang tidak boleh dinikahi juga adalah bibi dari jalur bapak dan ibu.
  • Tante yakni, saudara perempuan ibu dan bapak.
  • Keponakan dari saudara laki laki.
  • Keponakan dari saudara perempuan sampai kebawahnya.
Baca:  Sertifikasi Pra Nikah Sebagai Syarat Untuk Menikah, Benarkah?

Dari Ibnu Abbas RA ia berkata: “Ada 7 orang yang haram dinikahi karena keturunan, dan ada 7 orang pula yang haram dinikahi karena ikatan ipar.”

Jadi, 7 orang di atas adalah ia yang diharamkan untuk dinikahi laki laki selamanya yang juga telah disepakati para ulama.

2. Yang haram dinikahi karena perkawinan

Selanjutnya ada yang haram dinikahi karena perkawinannya. Di antaranya adalah:

Pertama Ibu tiri. Allah melarang untuk menikahi perempuan yang sudah dinikahi bapaknya. Para ulama bersepakat yang telah dinikahi dimaksud adalah yang melakukan akad pernikahan meskipun bapak tersebut belum mencampurinya.

Dan larangan nikah dengan perempuan tersebut berlaku selamanya. Begitu juga perempuan yang sudah dinikahi anak, tidak boleh dinikahi lagi bapaknya. Meskipun hanya sekedar akad dan belum sampai berhubungan suami istri.

Kedua, Ibu mertua, diharamkan untuk menikahi ibu mertua meskipun kita hanya melakukan akad nikah dengan anaknya dan belum sampai berhubungan intim.

Anak istri dari suyami yang lain (anak tiri). Tetapi keharaman ini diisyaratkan harus pernah melakukan hubungan itnim, antara lelaki tersebut dengan ibunya dan bukan hanya sekedar akad nikah saja.

Jika belum berhubungan intim, maka anak tirinya boleh dinikahi laki laki tersebut.

Keempat adalah menantu. Tidak dibolehkan seorang laki laki menikahi istri dari anak kandungnya (menantu) sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan diharamkan bagimu istri istri anak kandungmu (menantu).

3. Yang haram dinikahi karena sepersusuan

Sebagaimana firman Allah SWT : “Ibu ibumuy yang menyusui kamu; dan saudara perempuan sepersusuan.”

HR. Al-Bukhari (2645) Muslim (1447) : “Dan tidak halal bagiku karena apa yang diharamkan karena sepersusuan sama diharamkan karena keturunan sedangkan dia adalah putri dari saudaraku sepersusuan.”

Dari penjelasan di atas jelas bahwa orang orang yang diharamkan untuk dinikahi karena adanya sepersusuan sama dengan orang orang yang diharamkan karena keturunan,

karena orang yang menyusui kedudukannya sama dengan biu bagi yang disusuinya, dan orang orang yang diharamkan tersebut adalah:

  1. yang menyusui dari ibunya.
  2. Anak dari yang menyusuinya.
  3. Saudarinya orang yang menyusuinya.
  4. Cucu yang menyusuinya.
  5. Ibu dari suami yang menyusuinya.
  6. Saudari perempuan dari suami yang menyusuinya.
  7. Cuycu dari anak laki laki dari yang menyusuinya.
  8. Anak tiri yang menyusuinya.
  9. Saudari perempuan suami yang menyusuinyya
  10. Istri lain dari suami yang menyusuinya.
  11. Istri yang disusui hyaram bagi suami yang menyusuinya.

Manfaat Menikah Dalam Islam

Kenapa hukum menikah adalah sunnah, dan meski sunnah sebaiknya yang sudah mampu membangun pernikahan untuk menikah, hal ini karena di dalamnya terdapat manfaat yang sangat besar. Apa saja manfaatnya, di antaranya:

  1. Mengikuti printah Allah SWT.
  2. Mengikuti sunnah Rasulullah SAW juga mencontoh petunjuk para Rasul.
  3. Menghilangkan syahwat dan untuk menundukkan pandangan.
  4. Menjaga kesucian kemaluan serta menjaga kehormatan perempuan.
  5. Menghilangkan kemaksiatan dikalangan umat muslim.
  6. Memperbanyak keturunan agar menjadi kebanggaan Nabi Muhammad SAW di hadapan para Nai yang lainnya.
  7. Memperoleh pahala dari hubungan suami istri yang halal.
  8. Sebagai bentuk kecintaan kepada sesuatu yang dicintai Rasulullah SAW dimana beliau pernah bersabda: “Dijadikan kesenanganku dari dunia kalian yaitu ada pada wanita dan minyak wangi.” HR. Ahmad (3/285) An-Nasa’1 (7/61). juga di dalam kitab selainnya.
  9. Untuk menghasilkan keturunan yang beriman dimana mereka akan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan akan mendoakan ampunan bagi sesama orang orang yang beriman.
  10. Untuk bisa mengambil syafaat dari dua anak kita agar supaya bisa masuk surga.
  11. Karena dalam pernikahan terdapat kasih sayang dan rahmat antara suami istri serta banyak lagi manfaat lain yang tidak bisa kita ketahui kecuali oleh Allah SWT.

Baca Juga: Jodoh Dalam Islam, Kenali Tanda Tanda dan Penghalangnya

Dalam beberapa penjelasan di atas, klasifikasi hukum pernikahan tersebut tak hanya untuk kaum pria. Tetapi juga berlaku untuk wanita.

Hal ini seperti apa yang telah dijelaskan Ibnu Arafah, bahwasannya, seorang wanita hukum nikah wajib baginya. Jika tak mampu mencari nafkah untuk dirinya sendiri, cara yang bisa ditempuh untuk menanggulanginya adalah dengan menikah.

Untuk menikah seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwasannya rukun dan syarat nikah dalam Islam terpenuhi. Sementara untuk biaya nikah di KUA gratis.

Jika tak mampu maka ada peraturan pemerintah yang menggratiskan pernikahan yang dilakukan di jam kerja dan di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.

Bahkan secara sederhana pesta dan modal nikah juga bisa dirinci dengan sesuai buget yang dimiliki. Contohnya saja artikel sebelumnya, Info KUA juga telah memposting tentang modal nikah 3 juta.

Itulah beberapa hal yang bisa kita ketahui dan pahami. Semoga informasi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Sekian yang bisa disampaikan, terimakasih. Salam.

Penulis

One thought on “Hukum Nikah: Pengertian Dasar & Macam Macam Pembagian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Nasehat Pernikahan Rasulullah Untuk Pengantin Baru Pahami

Sab Sep 28 , 2019
Infokua.com – Nasehat Pernikahan Rasulullah menjadi penting dalam membangun rumah tangga, khususnya bagi pengantin baru atau pasangan suami istri yang baru saja melaksanakan pernikahan. Sebab, rumah tangga dalam Islam, salah satu cerminan dan contoh atau sebagai tauladan yang baik adalah Rasulullah SAW, yakni Nabi Muhammad SAW. Nasehat pernikahan Rasulullah juga menjadi salah satu dasar motivasi […]
Nasehat Pernikahan Rasulullah

You May Like