Infokua.com – Menikah Saat Hamil 3 Bulan. Fenomena hamil diluar nikah lalu menikah di era saat ini semakin banyak, yang tak dinikahipun banyak. Tentu ini menjadi hal yang memprihatinkan untuk kita.
Penyimpangan-penyimpangan sosial yang terjadi dilingkup masyarakat akibat pergaulan bebas ini benar-benar seperti sudah sangat bebas menjadi tontonan. Ini jugalah minimnya pengetahuan tentang akibat hamil diluar nikah.
Untuk itu, tak ada yang salah ketika, ada beberapa orang yang datang bertanya terkait hukum menikah saat hamil duluan? Baik itu, menikah saat hamil 3 bulan? Menikah saat hamil 6 bulan? Maupun menikah saat hamil 7 bulan?
Dalam ini bukan perkara menikahnya saja. Melainkan tentang status anak hamil diluar nikah menurut Islam nantinya yang dilahirkan?
Jadi bagi yang muslim, dalam hal ini, bukan hyanya malu tidaknya menikah di KUA saat hamil? Untuk itu, sebelum bertindak lebih jauh, tak ada salahnya mengetahui beberapa hal berikut ini:
Hukum Menikah Saat Hamil 3 Bulan
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Isra ayat 32
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah fâhisyah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang). [Al-Isrâ`/17:32]
Ayat di atas mungkin sudah tak asing lagi kita dengar. Namun dasarnya sudah jelas. Belum lagi merujuk ke bebrapa penjelasan lainnya.
Ada beberapa penjelasan yang sempat penulis kutip dalam hal ini, bermula ketika menikah saat hamil 3 bulan, ini apakah buku nikah sebagai legalitas akta nikah sah?
Lalu, juga terkait status pernikahan kedua, karena setelah dinikahkan saat hamil, maka ada yang berpendapat ketentuannya, harus menikah kembali setelah wanita melahikan tidak diberikan buku nikah, status pernikahannya bagaimana?
Jawabannya, terkait hukum nikahnya tetap sah. Maka, hukum nikah yang kedua setelah melahirkan dan tidak mendapatkan buku nikah kembali tak memiliki pengaruh.
Dan ada beberapa pendapat lainnya, terkait seorang lelaki yang telah menzinahi wanita sampai hamil karena perbuatannya.
Ada yang menyebutkan, bahwa lelaki itu tak boleh menikahi wanita tersebut sebelum wanita yang dihamilinya melahirkan. Selanjutnya, ia bertaubat kepada Allah SWT.
Namun, sebagian ahli fiqih menyatakan boleh akad pernikahan berlangsung saat hamil, namun yang harus dipahami adalah yang menikahkan tapi tidak boleh menggaulinya.
Namun juga ada sebagian lainnya membolehkan akad dan menggaulinya. (Lihat Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiah, 19/337)
Pernikahan Saat Hamil dan Anak Hasil Zina
Ada beberapa perbedaan pendapat juga terkait nasab anak. Misalnya saja, seperti yang disebutkan dalam kitab ‘Al-Fatawa Al-Hindiyah’ yang merupakan kitab dalam fiqih mazhab Hanafi (1/540).
“Jika seseorang berzina dengan seorang wanita, lalu hamil, kemudian dia menikahinya dan melahirkan, jika kelahirannya pada usia pernikahan enam bulan ke atas, maka nasabnya dikaitkan dengannya. Jika kelahirannya kurang dari enam bulan, maka nasabnya tidak dapat diberikan kepadanya, kecuali jika dia mengaku bahwa anak itu adalah anaknya dan tidak mengatakan bahwa anak itu bukan hasil zina. Adapun jika dia mengatakan bahwa dia adalah anakku dari hasil zina, maka nasabnya tidak dapat diberikan kepadanya dan anak itu tidak dapat mewarisi darinya.”
Kita akan ulas satu per satu tentang hal ini, dari status anak, bagaimana anak hasil zina dinikahi meski ibunya saat mengandung anak tersebut telah dinikahi oleh seorang pria yang telah menghamilinya.
Dan juga sebab-sebab dan hukum lainnya yang patut kita ketahui, berkaitan tentang hamil diluar nikah, dan pernikahan saat hamil. Baik itu, hukum menikah saat hamil 3 bulan, maupun hukum menikah saat hamil 6 bulan.
Pertama adalah siapa wali nikahnya? Wali nikah anak hasil zina menurut Islam dikemudian hari, ketika anak yang dilahirkan seorang perempuan. Jadi, kenapa anak diluar nikah perempuan?
Nantinya juga yang akan dipertanyakan adalah bin atau binti anak diluar nikah itu? Ketika anak perempuan itu menikah dan anak diluar nikah, maka yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, anak diluar nikah binti siapa?
Sebagaimana sebab terjadinya anak berdasarkan kejadian yang tidak seharusnya maka anak tersebut diharamkan untuk di – bin kan kepada bapak biologisnya.
Akhirnya anak tersebut hanya bisa ber-binti kepada sang ibu. Hukum bin anak diluar nikah dengan si bapak adalah dosa besar karena merupakan suatu hal yang sangat dilarang oleh Allah SWT.
Hadist yang memperkuat hukum ini adalah sebagaimana sabda Rasululloh SAW:
من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام
“Siapa yang mengaku anak seseorang, sementara dia tahu bahwa itu bukan bapaknya maka surga haram untuknya.” (HR. Bukhari no. 6385)
Lalu, siapa wali nikah anak hasil zina menurut Islam? Meski ibunya menikah saat hamil 3 bulan?
Karena anak hasil nikah bukan merupakan anak biologis dari ayah kandungnya maka dengan ketentuan hukum ini, anak hasil hubungan diluar nikah akan menikah menggunakan wali hakim yang sesuai dengan ketetntuan KUA.
Wali Nikah Anak Perempuan Yang Lahir Diluar Nikah
Sebelumnya, penulis juga sudah menuliskan tentang wali nikah anak diluar nikah ini, seperti artikel berikut: Wali Hakim Anak Luar Nikah (Hasil Zina) Menurut Hukum Islam.
Beberapa penjelasan yang bisa kita ketahui adalah wali nikah merupakan salah satu rukun nikah, berdasarkan nash-nash berikut:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ
“Nikahkan olehmu (wali) wanita-wanita yang tidak bersuami dan hamba-hamba laki-laki dan perempuan yang shaleh dari kalanganmu…” (an-Nur (24): 32)
Dan firman Allah:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ
Dan janganlah kamu (wali) nikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan beriman) sehingga ia beriman… (al-Baqarah (2): 221)
Dan hadis:
عَنْ أبي موسى عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ( رواه أحمد: 18687, وأبو داود, الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه)
“Dari Abu Musa dari bapaknya, berkata: bersabda Rsulullah saw:”Tidak sah nikah kecuali dengan wali.” (HR. Ahmad, Abu Daud, at-Tirmizi, Ibnu Hibban dan al-Hakim serta dinyatakannya sebagai hadis shahih)
Berdasarkan ayat dan hadis diatas dapat ditetapkan bahwa wali merupakan rukun nikah. Dan dinyatakan pula bahwa wali itu hendaklah seorang laki-laki, berdasarkan hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلَا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا(رواه ابن ماجه :1872, و الدرقطني)
“Dari Abu Hurairah, ia berkata, bersabda Rasulullah saw:”Perempuan tidak boleh menikahkan (menjadi wali) terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya.” (HR. ad-Daraqutni dan Ibnu Majah)
Dalam pada itu tidak ditemukan nash yang menerangkan siapa saja yang boeleh menjadi wali dan bagaimana urutannya;
karena itu para ulama mengqiyaskannya kepada urutan wanita yang menjadi mahram berdasarkan nasab (QS. an-Nisa’ ayat 23), tetapi dipandang dari pihak laki-laki. Dengan demikian urutan wali itu sebagai berikut:
- Bapak, kakek dan seterusnya keatas.
- Saudara laki-laki sekandung, atau seayah.
- Saudara bapak laki-laki sekandung atau seayah
- Anak dari saudara bapak laki-laki sekandung atay seayah
Jika nomor 1 – no 4 tidak ada, maka yang menjadi wali adalah wali hakim, yaitu wali yang diangkat oleh pemerintah, berdasarkan hadis:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ( أخرجه الأربعة إلا النسائ وصححه أبو عوانة وابن حبان والحاكم)
Dari ‘Aisyah ra ia berkata, bersabda Rasulullah saw: ”Wanita manapun yang melakukan akad nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal.
Jika dalam pernikahannya (yang batal itu) terjadi dukhul, maka wanita itu berhak mendapat mahar karena penghalalan farajnya.
Jika terjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan maka pemerintah (wali hakim) menjadi wali wanita yang tiadak mempunyai wali.”
(Ditakhrijkan oleh imam hadis yang empat kecuali an-Nasa’I dan dinyatakn shahih oleh Abu Awanah, Ibnu Hibban dan al-Hakim).
Dalam pada itu ditetapkan bahwa anak yang lahir diluar nikah nasabnya dihubungkan kepada ibunya, berdasarkan hadis berikut:
عن أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda: ”Anak itu bagi suami (yang telah telah melakukan akad nikah yang sah dengan istrinya), bagi pezina itu hukumannya rajam.” (Muttafaq alaihi)
Dan hadis:
عَنْ عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَلَدِ الْمُتَلَاعِنَيْنِ أَنَّهُ يَرِثُ أُمَّهُ وَتَرِثُهُ أُمُّهُ وَمَنْ قَفَاهَا بِهِ جُلِدَ ثَمَانِينَ وَمَنْ دَعَاهُ وَلَدَ زِنًا جُلِدَ ثَمَانِينَ *(رواه أحمد: 6732)
“Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata Rasulullah saw telah menetapkan pada anak dari suami isteri yang telah melakukan li’an mewarisi ibunya dan ibunya mewarisinya dan siapa yang menuduh isterinya berzina (tanpa bukti) dijilid 80 kali.” (HR. Ahmad)
Telah dijelaskan dalam hadits di atas, ditetapkan bahwasannya, anak yang lahir di luar nikah yang sah, nasabnya dihubungkan kepada ibunya. Jadi bukan kepada bapaknya, meski bapak biologis.
Jadi, dalam hal ini memang anak perempuan yang menikah akibat hamil diluar nikah itu tidak memiliki wali nasab. Bagi perempuan yang tidak mempunyai wali nasab, maka yang menikahkannya adalah wali hakim.
Hal ini juga berdasarkan hadis yang telah ditulis diatas yang sebagian lafaznya berbunyi:
…فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ …
“Jika terjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan maka pemerintah (wali hakim) menjadi wali bagi perempuan yangtidak mempunyai wali.”
Hal ini juga pada hakikatnya sama dengan hukum di Indonesia. Yakni, pada bab 3 Pasal 19 Tentang Kompilasi Hukum Islam Indonesia.
Dinyatakan, wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.
- Pasal 20 ayat 2 menerangkan bahwa ada dua macam wali, yaitu wali nasab dan wali hakim.
- Pasal 23 ayat 1 menyatakan bahwa wali hakim bertindak sebagai wali nikah bila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau enggan.
Anak Yang Dilahirkan Akibat Hubungan Diluar Nikah menurut islam
Jadi, anak hasil hubungan di luar nikah bukanlah anak sah dari bapak biologisnya. Hal ini tentunya memiliki konsekuensi yang bisa merugikan pihak perempuan atau pihak anak.
Karena status anak hasil hubungan diluar nikah dengan bapak biologinya adalah bapak tiri. Maka si anak tidak dinasabkan kepaka bapak biologisnya.
Kemudian apabila anak itu menikah maka wali nikah nya adalah wali hakim. Lalu bagaimana jika bapak biolgis menikah dengan ibu (korban zina).
Maka status bapaknya adalah bapak tiri terhadap si anak hasil dari hubungan diluar nikah. Hukum yang mengatur bapak tiri adalah, jika si bapak sudah menggauli si ibu maka bapak menjadi mahram si anak.
Jika si bapak belum menggauli si ibu maka bapak tidak menjadi mahram si anak.
Riwayat yang menjelaskan tentang status anak hasil hubungan diluar nikah salah satunya adalah:
ومن ادعى ولدا من غير رشدة فلا يرث ولا يورث
“Siapa yang mengklaim anak dari hasil di luar nikah yang sah, maka dia tidak mewarisi anak biologis dan tidak mendapatkan warisan darinya.” (HR. Abu Dawud, kitab Ath-Thalaq, Bab Fi Iddi’a` Walad Az-Zina no. 2266).
Adapun bagaimana jika sang ibu tidak berkenan untuk memberitahu hal yang sebenarnya? Sesunguhnya itu bukan suatu kewajiban bagi si ibu.
Karena berdasarkan hukum, tidak ada lagi hak sang ayah terhadap anak hasil zinahnya. Jadi tidak berdosa jika si ibu mau menyembunyikan identitas asl ayah dari anaknya.
Hukum menikahi anak hasil dari hubungan diluar pernikahan
Ada beberapa hukum nikah yang merupakan nikah yang tidak sah karena beberapa hal diantaranya:
- Nikah tanpa adanya wali
- Menikah dengan mahram sendiri
- Menikah dengan saudar sepersusuan
- Menikah dengan istri dari ayah atau istri anak atau mertua atau dengan anak tiri yang ibu kandungnya sudah digauli
- Nikah yang mut’ah
- Nikah dengan lebih dari 4 orang wanita
Jika melihat beberapa nikah yang tidak sah menurut islam tidak ada keterangan jika menikahi anak hasil dari hubungan di luar nikah adalah termasuk nikahnyang dilarang.
Selagi anak diluar nika tersebut mampu memenuhi syarat pranikah dan syarat nikah maka anak tersebut dapat dinikahi. Kecuali jika anak tersebut akan dinikahi oleh ayah biologisnya, maka hal tersebut sangat dilarang oleh Allah.
Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan Jumhur Ulama dengan tegas melarang seorang lelaki menikah dengan wanita hasil dari hubungan zinahnya dengan menikuti dalil bahwa dalam firman Allah ta’alla dijelaskan bahwa
“Dan diharamkan bagi kalian menikahi ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu…” (QS. An Nisa’ : 23)
karena terdapat lafadz : “anak-anak perempuan kalian.” Mencakup semua anak perempuannya dan anak tersebut memang tercipta dari air maninya. (Lihat Al Mughni oleh Imam Ibnu Qudamah 9/529, Bada’i Shona’i oleh Al Kasani 3/1385).
Itulah beberapa hal yang bisa kita pelajari terkait menikah hamil 3 bulan, status dan kepastian nasab sang anak. Semoga kita diberi banyak manfaat dalam membaca artikel ini.
Namun, untuk memperkuat keyakinan dan pemahaman, silakan dibaca rujukan artikel lainnya. Semoga kita bisa saling mengingatkan dalam kebaikan.
Terimakasih, salam.