Infokua.com – Ada banyak penjelasan dan perdebatan terkait Hukum Nikah Beda Agama baik dalam Islam maupun di Indonesia. Baik yang benar-benar haram dilakukan dan yang diperbolehkan dengan syarat.
Hal ini jugalah yang akhirnya, jika memang seandainya benar ada yang menyebutkan hukum menikah beda agama ak dilarang di Islam, lalu bagaimana cara nikah beda agama?
Dan dalam hal ini ada banyak penjelasannya, dari hukum nikah beda agama menurut Agama Islam, juga di Indonesia, masing-masing organisasi Islam ikut berpendapat.
Seperti pendapat pendapat hukum nikah beda agama menurut MUI, Muhammadiyah, dan Nadhatul Ulama (NU), sebagiannya juga menjelaskan tentang pernikahan beda agama Kristen dan Islam.
Bahkan, beberapa informasi terkait hal yang sama ini pernah Penulis tulis, hal ini diperluas dan kembali ditulis untuk kembali mengingatkan atau menjadi refrensi makalah pernikahan beda agama menurut Islam.
Begitu juga terkait tentang dampak dampak pernikahan beda agama. Jadi tak sekear bagaimana cara nikah beda agama. Bahkan solusi pernikahan beda agama juga ikut dalam pembahasan.
Sebab di Indonesia memang, ada beberapa yang katanya menjadi kehawtiran ketika pernikahan beda agama terjadi. Bukan sekedar bagaimana tentang hukum nikah beda agama saja?
Hal ini didasarkan beberapa pendapat yang menyatakan bahwa nikah beda agama di Indonesia identik dengan pemurtadan. Wallahu’alam.
Lalu bagaimana penjelasan menurut Al Quran tentang hukum pernikahan beda agama ini? Berikut ini penjelasannya:
Baca Juga: Pernikahan Beda Agama: Syarat, Dampak & Caranya
Hukum Menikah Beda Agama Menurut Agama Islam
Kita ilustrasikan sebuah cerita sebagai berikut. Cerita yang sudah banyak beredar terkait studi kasus menikah beda agama. Namun, kali ini dikarenakan hamil di luar nikah.
Jika suatu hari, ada seorang lelaki Muslim didapai berbuat zina. Namun yang dizinahi itu seorang wanita Katolik, bahkan hingga membuatnya hamil beberapa bulan.
Sehingga, lelaki tersebut diminati pertanggungjawabannya untuk menikahi wanita tersebut. Ini bukan hanya sekedar berbicara hukum menikahi wanita pezina. Tetapi juga bagaimana hukum pernikahan beda agama yang terjadi:
Pada akhirnya, keduanya menikah. Namun belum ada solusi pernikahan beda agama. Keluarga dan mempelai wanita yang dizinahi hingga hamil ini ingin menikah di gereja dengan cara katolik.
Sementara keluarga lelaki dan si lelaki ingin menikah secara Islam. Sampai pada kesimpulan, pernikahan ini berlangsung dengan tata cara keduanya.
Sebab, si keluarga pihak lelaki telah berupaya untuk si wanita masuk Islam dulu. Sehingga pernikahan dilakukan dengan cara Islam di KUA. Sebab, rukun nikah dalam Islam salah satunya adalah satu keyakinan (Islam).
Sampai akhirnya, pernikahan pun berlangsung. Pertama menikah di gereja dengan cara Katolik. Lalu setelahnya pernikahan dilakukan secara islam di KUA. Apakah ini diperbolehkan?
Jika studi kasusnya seperti ini. Maka, catatan negara dilakukan dengan administrasi Katolik. Pernikahannya dilakukan secara pernikahan Katolik. Sementara, secara Islam tanpa ada catatan pernikahan.
Sampai akhirnya, suami istri yang menikah berbeda agama ini hidup berkeluarga juga dengan keadaan yang berbeda agama.
Hal ini dilalui pihak lelaki, sebab, ia telah menghamiliki, sehingga harus menikahi dengan cara tersebut, yakni dengan keyakinan agamanya masing-masing.
Jika studi kasusnya seperti ini, dan pernikahan yang terjadi sebelum si wanita masuk Islam, menyebut haram. Namun, hal ini masih diperdebatkan, dalam perselisihan pendapat para ulama.
Sebab, ada yang menyatakan, bahwa hukum laki-laki muslim yang hendak menikahi wanita Ahlul Kitab yakni Yahudi dan Nasrani (Katolik / Kristen Protestan) hukumnya mubah.
Baca Juga: Wali Hakim Anak Luar Nikah (Hasil Zina) Menurut Hukum Islam
Akan tetapi yang diperselisihkan para ulama adalah tentang hukum laki-laki Muslim menikah dengan wanita Ahlul Kitab (yaitu Yahudi dan Nasrani: Katolik/Protestan).
Sebagian kalangan berpendapat bahwa hal itu diperbolehkan dengan bersandar pada firman Allah dalam (Qs. Al-Maidah : 5).
Namun dalam hal ini studi kasus di atas tetap haram. Sama halnya adalah seorang pria beragama Islam yang haram menikahi wanita musyrikah (seperti Budha, Hindu, Konghuchu dan lainnya).
Hal ini seperti sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
[QS. al-Baqarah (2): 221]
Kenapa disebut haram pernikahan di atas, padahal seorang imam keluarga adalah muslim sehingga wanita yang dinikahi sebagai makmum masih bisa diarahkan dalam kebaikan oleh suaminya.
Baca Juga: Apakah Dosa Zina Bisa Diampuni, Ini Penjelasannya?
Hal ini, disebutkan, Tim Fatwa Tarjih Muhammadiyah yang telah mentarjihkan atau menguatkan pendapat terkait tidak diperbolehkannya menikah dengan beda agama adalah sebagai berikut:
- Ahlul Kitab zaman sekarang tak sama dengan Ahlul Kitab waktu zaman Nabi SAW. Semua Ahlul Kitab zaman sekarang jelas musyrik menyekutukan Allah dengan mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah (menurut Yahudi) dan Isa itu anak Allah (menurut Nasrani).
- Pernikahan beda agama tidak mungkin mewujudkan keluarga sakinah sebagai tujuan pernikahan.
- Seorang lelaki Muslim tidak kekurangan wanita Muslimah, realitasnya jumlah kaum wanita Muslimah lebih banyak dari kaum laki-lakinya.
- Bentuk upaya syadz-adz-dzari’ah atau mencegah kerusakan, dan untuk menjaga keimanan calon suami-istri dan anak-anak yang akan dilahirkan.
Sehingga pernikahan beda agama dalam kondisi apapun tidak disarankan atau tidak dianjurkan. Adapun konteks yang dibahas studi kasus di atas pun adalah wanita yang dinikahi hasil zina.
Meskipun dalil pernikahan beda agama adalah surat al-Maidah ayat 5 yang dijadikan alasan menikah beda agama tak dilaran di Islam.
Hanya saja, syarat yang dimaksud pun tidak terpenuhi, sehingga tak sah. Dalam hal ini terdapat dalam syarat al-ihshan (الإِحْصَانُ):
Yang artinya bahwa, seorang wanita Ahlul Kitab yang dinikahi haruslah wanita baik-baik yang menjaga kehormatan, bukan pezina. Perhatikan firman Allah dalam Qs. al-Maidah ayat 5:
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.
(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-kitab sebelum kamu,
bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” [QS. al-Maidah (5): 5]
Hukum Nikah Beda Agama di Indonesia Tidak Diakui
Selain itu, dalam beberapa informasi disebutkan bahwasannya, pernikahan ebda agama dalam negara tidak diakui. Hal ini, dimaksud menafsrikan apa yang tertulis di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Pada pasal 2 ayat 1 dinyatakan: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”
Atas dasar itu jugalah, ditafsirkan, bahwasannya, negara tidak mewadahi adanya pernikahan atau perkawinan berbeda agama. Meskipun yang dinikahkan seorang pengantin lelakinya adalah beragama Islam.
Maka pernikahan beda agama jika dilakukan atau didaftarkan dalam Islam di KUA itu tidak bisa. Jadi jika memang mau dilangsungkan, tetap yang dicatatkan hanya pernikahan di Kantor Catatan Sipil.
Karena di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil hanya menerima pencatatan pernikahan non muslim.
Lalu bagaimana dalam konteks zina yang telah dilakukan. Tetap teguh dalam hukum yang berlaku. Upaya menikah dengan cara Islam. Jadi, masuk Islam dahulu baru menikah di KUA. Sehingga pernikahan dinyatakan SAH.
Studi kasus di Indonesia, demikian, banyak sekali ditemukan orang orang yang beragama kristen, namun ketika diurutkan ke silsilah orang tua dan kakek neneknya, ternyata beragama Islam.
Ini suatu buykti bahwa nikah beda agama di Indonesia justru kontra produktif. Bukannya berhasil meng-Islamkan orang kafir, justru orang orang yang sudah Muslim malah menjadi murtad.
Hukum Nikah Beda Agama Menurut MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia juga dengan tegas menyatakan bahwa, perkawinan beda agama haram dan tidak sah jika dilakukan.
Meskipun, hal ini, seorang yang dinikahkan adalah laki laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab. Menurut Qaul Mu’tamad adalah haram dan tidak sah pernikahan tersebut.
Ini juga telah dijelaskan point-point mengapa pernikahan beda agama ini tidak diperkenankan:
- Hadist Riwayat Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Abu Dawud Ibn Majah: “Perempuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang mempunyai agama, engkau akan beruntung.”
- Qa’idah Fiqh: Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) dari pada menarik kemaslahatan.
Point di atas merujuk hasil keputusan Musyawaran Nasional II MUI 11-17 Rajab 1400 H atau 26 Mei -1 Juni 1980. Fatwa MUI, pernikahan beda agama tidak diperbolehkan.
Pendapat ini juga didasari oleh Surat Al-baqarah ayat 221 dan Surat Al-Mumtahanah ayat 10.
Selain itu, Hukum Nikah Beda Agama Menurut MUI ini juga masuk dalam pembahasan Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/ 26-29 Juli 2005 M, menetapkan:
- Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
- Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab menurut qaul mu’tamad adalah haram dan tidak sah.
Beberapa hal yang bisa diperjelas dalam hal ini adalah bahwasannya masalah larangan nikah beda agama yang dikeluarkan MUI tidak sekedar dikeluarkan begitu saja.
Dalam hal ini juga sudah termasuk dalam pengkajian dari latar belakang dan antisipasi dan dampak dampak yang akan terjadi.
Sehingga, meski tidak terlalu mirip dengan apa yang dipegang Jumhur Ulama, namun fatwa MUI ini dinggap bisa lebih tepat untuk kondisi sosial agama di negeri kita.
Baca Juga: Anak Diluar Nikah Binti Siapa? Ini Penjelasan Lengkapnya
Itulah beberapa penjelasan yang bisa kita ketahui tentang bagaimana hukum nikah beda agama, dan apakah jika pernikahannya tetap dilangsungkan bagaimana solusinya.
Berdalil dengan firman Allah:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik.
Walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang orang musyrik (dengan wanita wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah (2) : 221).
Ingat juga sabda Rasulullah SAW:
“Wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena (asal usul) keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya.
Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang memeluk agama Islam; (jika tidak), akan binasalah kedua tanganmu.” (Muttafaq Alaih).
Sekian yang bisa disampaikan tentang bagaimana para ulama dan khususnya MUI menetapkan fatwa haramnya seorang muslim menikah dengan wanita Kitabiyah. Semoga bermanfaat. Terimakasih. Salam.