Infokua.com – Dewasa ini banyak sekali pasangan yang melakukan tunangan sebelum pernikahan. Bahkan jauh hari, sudah memikirkan bagaimana tata cara tunangan yang baik.
Bahkan ada pertanyaan seperti ini tunangan atau lamaran dulu? Artinya fenomena ini memang sudah cukup populer dan familiar sekali di telinga kita Jadi siapa yang tidak mengenal istilah tunangan?
Tunangan dalah proses mengikat hubungan dengan seseorang sebelum menikah melalui proses pinangan atau prosesi lamaran.
Tunangan atau lamaran dianggap sebagai langkah awal untuk menggapai tujuan pernikahan. Dalam Islam ditunangan dikenal dengan istilah khitbah.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hukum tata cara tunangan mari simak penjelasan berikut ini:
Tata Cara Tunangan Dalam Islam
Tunangan atau dalam islam disebut dengan khitbah adalah suatu proses dimana laki-laki datang meminta kepada sesorang perempuan untuk menjadi istrinya.
Cara-cara yang umum dilakukan dan yang berlaku di masyarakat adalah pihak laki-laki datang bersama keluarganya dengan maksud unutuk meminang si perempuan.
Selanjutnya pihak perempuan akan bila menerima lamaran pihak lelaki maka sah pasangan tersebut dinyatakan telah bertunangan.
Dalam proses ini juga akan dibahas persiapan-persiapan menikah seperti prosesi lamaran, akad, dan resepsi. Dalam Islam disebut dengan Khitbah.
Tata cara tunangan dalam Islam atau melaksanakan khitbah atau lamaran ini ada dua syarat yang harus dipenuhi oleh kedua pasangan yaitu :
1) Syarat Mustahsinah Dalam Tata Cara Tunangan
Syarat ini menganjurkan pihak laki-laki untuk meneliti dahulu wanita yang akan dipinang atau dikhitbahnya. Syarat ini sebenarnya tidak wajib dilakukan sebelum meminang seorang perempuan.
Tujuannya adalah agar mengatahui dengan pasti sifa-sifat perempuan yang akan dipinang. Perlu diperhatikan bagaimana gama sang wanita, keturunan, kedudukan, lemah lembutnya, serta kesehatan jasmani dan rohaninya.
Hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah SAW sebagai berikut:
Wanita dikawin karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka akan memelihara tanganmu”. (Hadist Riwayat Abu Hurairah).
2) Syarat Lazimah Pada Tata Cara Tunangan
Maksud syarat lazimah adalah syarat yang wajib dipenuhi sebelum melakukan peminangan dan apabila tidak dilakukan maka pinangannya atau tunangannya tidak sah. Syarat lazimah meliputi beberapa hal:
- Janganlah seseorang dari kamu meminang (wanita) yang dipinang saudaranya, sehingga peminang sebelumnya meninggal-kannya atau telah mengizinkannya.”(HR Abu Hurairah)
Artinya wanita yang dipinang tidak dalam status pinangan laki-laki lain karenanya harus menunggu sampai pinangan sebelumnya terputus
- Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.”(Al-Baqarah:228)
Maksudnya bagi wanita yang sedang dalam iddah talak raj’i tidak boleh dipinang dan tidak diboleh beripisah dengan mantan suaminya sebelum masa iddah habis.
Oleh karenanya wanita yang sedang dalam talak raj’i tidak dianjurkan untuk dipinang sebelum masa iddahnya habis dan sudah memutuskan untuk berpisah dengan mantan suaminya.
- Wanita yang sedang menjalani idh talak ba’in atau wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dan dalam masa iddah tidak boleh dipinang dengan sindiran atau kinayah .
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al qur’an surat Al baqarah ayat 235
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanitawanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.
Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma’ruf”. (Al-Baqarah: 235)
Hukum Tunangan dalam Islam
Bila membahas tentang hukum Islam, pasti akan merajuk pada Al-qur;an dan hadist. Baca Juga: Taaruf Dalam Islam : Pengertian, Tujuan & Tata Caranya.
Menurut sebagian besar ulama, tunangan hukumnya adalah mubah (boleh) karena tunangan dikategorikan sebagai proses pendahuluan atau persiapan yang dilakukan lelaki sebelum menikah dan melakukan khitbah atau pinangan yang mengikat seorang wanita selama syarat dan ketentuan khitbah dipenuhi.
Tunangan atau khitbah diperbolehkan dalam islam karena melihat tujuan peminangan atau tunangan hanyalah sekedar mengetahui kerelaan dari pihak wanita yang dipinang sekaligus sebagai janji bahwa sang pria akan menikahi wanita tersebut.
Sebagaimana hadits berikut ini :
Jika di antara kalian hendak meminang seorang wanita, dan mampu untuk melihat darinya apa-apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah.” (Hadist Riwayat Imam Ahmad dan Abu Dawud).
Hadits yang diriwayatkan Abu Dawud tersebut menjelaskan bahwa islam memperbolehkan laki-laki untuk meminang atau melakukan khitbah kepada seorang wanita dan mengikatnya dengan tali pertunangan namun dengan syarat hal-hal yang disyaratkan dalam hukum islam telah dipenuhi sebelumnya.
Perlu ditekankan bahwa setelah melaksanakan pertunangan status sang wanita tetap belum halal bagi sang pria dan sesuai dengan hukum islam keduanya tidak diperbolehkan untuk saling melihat, berkumpul bersama atau melakukan hal-hal yang dilarang yang dapat menjerumuskan keduanya ke dalam perbuatan zina.
Baca Juga: Hukum Menikahi Wanita Pezina Menurut Pandangan Islam
Hal ini sesuai dengan hukum kompilasi islam pasal 11 tentang akibat hukum dari khitbah atau tunangan yang menyebutkan bahwa :
- Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan.
- Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agar dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai
Hukum Memberikan Hadiah Pertunangan
Tunangan identik dengan istilah tukar cincin, seserahan, dan lain sebagainya. Lalu bagaimanakah islam memandang hal tersebut?
Sebenarnya dalam islam tidak ada kebiasaan tukar cincin maupun seserahan yang biasa terjadi. Bisa jadi budaya ini hanyalah sebuah budaya yang berkembang di masyarakat.
Laki-laki diperbolehkan untuk memberikan hadiah atau cinderamatan kepada si wanita sebagai tunangannya atau yang biasa disebut dengan istilah URF.
Dengan catatan laki-laki tidak dibenarkan untuk mengambil kembali hadiah yang tersebut jika pinangangannya batal.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa
Tidak halal bagi seseorang muslim memberi sesutau kepada orang lain kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya” (HR. Ahmad al-irba’ati wa shohihu al-Tirmidzi wa ibnu hibban wa al-Hakim)
Hukum Membatalkan Pertunangan
Sebagaimana kita ketahui bahwa tunangan atau pinangan hanyalah janji seorang pria yang berniat untuk menikahi seorang wanita. Tunangan menjadi langkah awal sebelum adanya proses pernikahan.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka bisa saja tunangan diputuskan atau dibatalkan oleh salah satu pihak yang dalam hal ini pasti terjadi karena beberapa faktor seperti konflik antar keluarga atau ada hal yang tidak sesuai.
Tidak ada larangan atau ketentuan yang pasti mengenai pembatalan tunangan. Karena tunangan bukan berarti sudah wajib melakukan pernikahan.
Meskipun demikian jika tunangan dibatalkan oleh pihak perempuan maka dengan demikian alangkah baiknya jika mahar yang telah diberikan untuk dikembalikan karena tujuan mahar tersebut adalah pemberian jika berlangsungnya pernikahan.
Karena pernikahan batal maka sudah menjadi hak lelaki mendapatkan hartanya kembali.
Perlu diingatkan bahwa tunangan adalah jani lelaki untuk menikahi wanita, maka apabila lelaki sudah berjanji alangkah baiknya untuk menepati janji tersebut.
Karena sebagai seorang muslim wajib untuk kita agar memenuhi janji yang telah terucap sebagaimana yang disebutkan dalam Alqur’an surat Al isra ayat 34
”Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”.
Cincin Tunangan Menurut Islam
Dewasa ini banyak fenomena yang terjadi di masyarakat. Misalnya dalam sebuah prosesi lamaran adanya fenomena ‘tukar cincin”.
Kemudian apakah islam juga mengatur tentang fenomena tukar cincin tersebut? Artikel ini juga akan membahas bagaimana islam memandang fenomena tukar cincin.
Umat islam masih banyak yang tidak mengetahui dengan pasti apa hukum dibalik fenomena tukar cincin selayaknya hukum memakai emas untuk pria dan juga anggapan sebagian ulama yang meamandang fenomena tukar cincin mengandung syirik.
Untuk lebih jelasnya yuk simak ulasan berikut ini.
Pandangan Islam Mengenai Tukar Cincin
Islam adalah agama yang sudah mengatur segala aspek kehidupan umatnya. Untuk membahas mengenai cincin kawin atau fenomena tukar cincin kita harus mengetahui dulu awal mula fenomena ini ada.
Sejarah islam tidak ada yang menjelaskan masalah cincin kawin apalagi tukar cincin ketika menikah atau waktu akad nikah. Maka bisa dikatakan bahwa budaya ini berasa dari budaya non islam.
Oleh karenanya jika kita ingin mengikutinya, kita harus paham betul adakah hal-hal yang menyangkut budaya cincin kawin ini yang mungkin saja tidak sejalan dengan syariat islam.
Dan sebagai umat islam yang beriman kita harus terima jika memang benar budaya tersebut tidak dibenarkan dalam islam.
Sebelumnya mari bahas mengenai cincin itu sendiri, cincin adalah salah satu perhiasan yang lumrah digunakan oleh wanita sebagai pelengkap kecantikannya.
Bahan dari cincin sendiri sangat beragam, biasanya berbahan dasar emas atau perak.
Islam tidak melarang wanita untuk memakai perhiasan selagi tidak berlebihan dan bukan dengan dibarengi niatan untuk pamer dan lain sebagainya.
Namun lain halnya dengan lelaki. Islam tidak memperbolehkan lelaki untuk memakai perhiasan yang berbahan dasar emas. Dengan demikian harus diperhatikan bahan dasar apa yang digunakan sebagai cincin kawin.
Hadits Memakai Cincin Dalam Islam
Dalam hadits Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari umatku, namun diharamkan bagi para pria.” [HR. Ahmad dan an-Nasaai. Dishahihkan Syaikh al-Albani rahimahullah].
Syaikh al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Memakai emas haram bagi kaum laki-laki, baik bentuknya cincin, kancing baju, kalung atau selain dari itu.” [Majmu’ Rasail: 11/99]
Hadist-hadist di atas sudah menerangkan dengan jelas bahwa laki-laki haram hukumnya menggunakan sesuatu yang berbahan dasar emas. Kemudian bagaimana dengan tukar cincin ketika tunangan?
Apabila cincin yang digunakan ketika tukar cincin memakai cincin yang berbahan dasar emas, maka sudah jelas jika hurumnya haram bagi pria.
Namun tidak haram bagi wanita. Lain halnya jika khusus bagi pria menggunakan cincin yang berbahan dasar besi, perak atau bahan lainnya.
Apabila anda tetap ingin melakukan budaya ini maka kiranya harus memperhatikan hal-hal yang sesuai dengan hukum islam. Jangan sampai hanya demi mengikuti tren semata membuat anda terjerumus ke dalam dosa.
Melihat dari hal tersebut, hal ini tentunya kembali lagi kepada kepercayaan dan keyakinan pribadi masing-masing.
Hal-hal yang perlu diingat ketika hendak melakukan tukar cincin selain tidak menggunakan bahan dasar emas untuk pengantin pria juga harus memperhatikan niat dan tujuannnya. Mengapa demikian?
Fenomena Tukar Cincin di Indonesia Saat Tunangan
Fenomena yang terjadi pada masyarakat yang sangat modern sekarang ini adalah, misalnya kita ambil contoh cincin yang akan digunakan sebelumnya sudah diukir dengan nama masing-masing.
Nama pengantin pria dan nama pengantin wanita di setiap cincin.
Ada orang yang meyakini bahwa dengan menggunakan cincin yang telah diukir nama masing-masing sebelumnya akan memperngaruhi rasa sayang dan jalannya hubungan pernikahan yang akan dijalani.
Ada yang percaya bahwa dengan memakai cincin tersebut, rasa cinta akan semakin besar dan kuat sehingga pernikahan akan langgeng tanpa ada masalah.
Padahal cincin yang digunakan hanyalah benda mati yang tidak sama sekali memiliki daya upaya untuk melakukan sesuatu. Lalu dari mana datangnya kekuatan untuk menambah rasa cinta?
Hal ini lah yang dikhawatirkan akan menimbulkan rasa syirik di hati, awalnya hanya ingin mengikuti tren semata tapi nyatanya malah menambah dosa di hati pemakainya.
Kemudian tujuannya, apakah benar tujuan tukar cinci tersebut hanya semata mengikuti tren tau ada tujuan lain di dalamnya.
Sebagai manusia sosial ketika mengadakan sebuah acara pasti akan mengundang kerabat dan teman-teman dekat. Dan hal ini bisa saja dijadikan syaiton untuk masuk dan menghasut hati manusia.
Jika tujuan tukar cincin tidak diyakini sebagai pelengkap pernikahan semata, bisa jadi syaiton menghasut untuk menjadi ajang pamer kekayaan.
Karena dalam ijab kabul disarankan untuk menyebutkan semua nominal mahar dalam bentuk. Bisa jadi karena sengaja ingin mendapat pujian dari orang lain sengaja menggunakan bahan yang mahal.
Padahal hal ini tentu saja justru akan membebani anggaran pernikahan yang awalnya cukup sederhana saja tapi karena termakan ego jadi luar biasa membengkak.
Demikian penjelasan tentang tata cara tunangan dan hukum hukumnya dalam pandangan Islam. Termasuk memakai cincin menurut Islam.
Sebelum menikah sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu sifat dan keadaan calon pasangan. Semoga kita selalu diberikan petunjuk dari Allah SWT.
Sekian yang bisa disampaikan. Semoga artikel ini bermanfaat. Terimakasih. Salam.