Infokua.com – Ada beberapa pertanyaan, apakah hukum suami menceraikan istri saat hamil adalah dosa? Atau bagaimana yang terjadi ketika bercerai dari istri yang sedang dalam kondisi hamil, berapapun baik 3 6 maupun 9 bulan.
Dosa besar bagi suami yang meninggalkan istrinya dalam keadaan sedang hamil atau meninggalkan anak dan istrinya, karena hal ini sama saja jika suami telah menelantarkan keluarganya.
Kecuali diakibatkan adanya udzur seperti harus menafkahi nafkah istrinya yang membutuhkan biaya untuk persalinan atau untuk memcukupi semua kebutuhan anak dan istrinya.
Suami yang ingin meninggalkan keluarganya demi perjalananpun hanya dibatasi waktu tidak lebih enam bulan saja.
Karena yang sudah dijelaskan sebelumnya, suami diperintahkan Allah untuk melindungi sang istri serta anak-anaknya.
Hukum Suami Menceraikan / Meninggalkan Istri Saat Hamil
Jika terdapat kasus suami yang meninggalkan istrinya dalam keadaan kesusahan, seperti kekurangan nafkah dan tidak adanya kehidupan yang layak, dan lainnya maka dosa besar bagi sang suami.
Demikian juga untuk hukum suami menceraikan istri saat sedang hamil.
Namun jika seorang istri yang mengalami hal seperti ini, ditinggalkan suami dalam keadaan susah, tidak diberikan nafkah, tidak ada kehidupan yang layak, maka ia dapat mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama.
Dalam hal tersebut, sekalipun tanpa memerlukan persetujuan suami.
Selain menggugat cerai, sang istri juga dapat menggugat nafkah madiah nafkah iddah, mut’ah, dan nafkah anak.
Suami yang menceraikan istrinya dalam kondisi hamil tetap wajib menafkahi itri serta anak yang dikandung oleh istrinya, istri berhak menuntut suaminya seperti ini dan suami diwajibkan untuk memenuhinya.
Suami yang menceraikan istrinya dengan sah selama dalam iddah, maka suami dihukumi tetap sebagai istri dilihat dari kewajibannya suami menafkahi hal yang umum, memenuhi kebutuhan makan, baju, tempat tinggal, dan lainnya.
Masa Iddah Ibu Hamil
Yang perlu kita ketahui juga, masa iddahnya ibu hamil adalah sampai melahirkan, maka selama itu mantan suami berhak memberi makan anak yang dikandung mantan istrinya dan mantan istrinya sendiri.
Hal-hal yang dapat dilakukan seorang istri apabila ditinggal suaminya yaitu perbanyaklah amal sholeha dan memperbaki diri menjadi lebih baik lagi.
Istri tetap wajib mengurusi urusan rumah tangga didalam rumah selagi suami meninggalkannya.
Istri harus selalu berkomunikasi kepada pihak keluarga suami dan pihak keluarganya sendiri agar tetap terlindungi karena tidak adanya suami disisinya yang akan selalu melindungi dan mengawasi.
Seorang suami wajib selalu memberitahu keadaannya kepada istri, memberi kabar tentang dirinya, dan memastikan istri dalam keadaan selalu baik.
Selanjutnya, suami diizinkan meninggalkan rumah saat adanya pertengkaran atau terjadinya perselisihan faham terhadap istri demi jalan keluar yang diharapkan dari tindakan itu.
Akan tetapi suami istri seharusnya mendiskusikan dan berkomunikasi kembali perihal masalah dalam rumah tangga dengan tenang, kecuali jika sudah tidak ada lagi solusi masalah yang bisa disepakati kedua belah pihak.
Dalam hal ini, suami memiliki peranan penting bagi istri karena suami sebagai pemimpin yang diharuskan untuk mengayomi, menafkahi dan melindungi kehidupan sang istri.
Sering sekali sebuah pernikahan dihadapkan oleh seorang suami yang meninggalkan istrinya karena berbagai faktor yang menyebabkan ia pergi.
Suami telah diperintahkan Allah untuk bergaul dengan istrinya sebaik mungkin. Seperti itupun istri yang telah diperintahkan Allah untuk selalu menaati suaminya.
Apabila suami ingin meninggalkan istri dengan waktu yang lama, maka termasuk kesalahan yang dilakukan suami dalam berumah tangga. Hal ini bertentangan dengan perintah Allah.
2 Faktor Sebab Keadaan Suami Meninggalkan Istri
Suami yang meninggalkan istrinya memiliki dua faktor atau sebab keadaan, yaitu:
1. Meninggalkan keluarga karena udzur
Udzur disini memiliki arti seperti niat suami yang ingin mencari nafkah atau memenuhi kebutuhan lain.
Seorang istri yang dihadapkan dengan kondisi udzur seperti ini, maka istri tidak berhak untuk melarang suaminya pergi dan mengharuskan suaminya untuk segera pulang atau hak untuk melakukan hubungan badan.
Pendapat ini dijelaskan dalam mazhab hambali, yaitu:
Al-Buhuti menjelaskan, “Ketika suami melakukan safar meninggalkan istrinya karena udzur atau ada hajat, maka hak gilir dan hubungan untuk istri menjadi gugur. Meskipun safarnya lama, karena udzur.”
(Kasyaf al-Qana’, 5/192).
Apabila istri keberatan, maka istri dapat meminta cerai pada suami. Demikian juga suami, berhak melepaskan sang istri, ketika ia merasa apa yang diperbuatnya mengkhawatirkan/membahayakan istrinya.
Hal ini lebih disebabkan karena tidak ada sang suami untuk menjaga istrinya. Namun sebaiknya pahami dulu, hukum talak dalam Agama Islam, seperti apa?
Allah berfirman, Janganlah kamu pertahankan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka.. (QS. al-Baqarah: 231)
2. Meninggalkan keluarga tanpa udzur
Suami yang meninggalkan keluarganya tanpa udzur, maka istri berhak menuntut untuk segera kembali pulang. Jadi bagi seorang istri memiliki hak yang harus didapatkan dan dipenuhi dari suaminya.
Untuk rentang waktu yang diperuntukkan bagi suami yang akan melakukan safar dan meninggalkan istrinya batas maksimalnya adalah enam bulan saja.
Para ulama mengemukakan apabila suami meninggalkan istri lebih dari enam bulan, maka istri memiliki hak untuk menggugat cerai dipengadilan.
Seperti apa yang disampaikan Al-Buhuti yang tercantum dalam (Kasyaf al-Qana’, 5/193), disampaikan bahwa:
Jika suami safar tidak memiliki udzur yang menghalangi dia untuk pulang, sementara dia pergi selama lebih dari 6 bulan, lalu istri nuntut agar suami pulang, maka wajib bagi suami untuk pulang.
Ibnu Qudamah menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad,
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, “Berapa lama seorang suami boleh safar meninggalkan istrinya?” beliau menjawab, “Ada riwayat, maksimal 6 bulan.”
(al-Mughni, 8/143).
Demikian yang bisa kita pahami tentang hukum suami menceraikan istri saat hamil? Jangan sampai mendapat azab suami durhaka kepada istri.
Sebaiknya kita memahami banyak hal sebelum berintdak, dan semoga kita terhindar dari rencana perceraian. Aamiin.